
Dalam upaya memperkuat kompetensi Brigade Pangan dalam mengelola alat dan mesin pertanian (alsintan), BPSPTPH Provinsi Kalimantan Selatan menyelenggarakan pelatihan berbasis praktik bertajuk Sekolah Lapang Alsintan KOKOH (Kontekstual dan Berkonsep Handal) pada 23 September 2025 lalu.
Pelatihan ini merupakan bagian dari Aksi Perubahan Kinerja Pelayanan Publik dalam Pelatihan Kepemimpinan Pengawas Angkatan VI oleh Dewi Setya Amalia, dan difokuskan pada peningkatan kapasitas manajer, operator, dan teknisi alsintan dari 10 Brigade Pangan yang tersebar di Kecamatan Martapura Barat.
Kepala BPSPTPH Provinsi Kalsel, Wahdah, mengatakan bahwa penggunaan alsintan harus berorientasi pada kondisi wilayah dan pola tanam lokal.
“Tujuan kami bukan hanya transfer ilmu, tapi mengubah cara pandang petani terhadap alat pertanian. Alsintan bukan sekadar bantuan, tapi investasi. Harus digunakan dan dirawat sesuai karakter lahan agar hasil pertanian meningkat,” jelas Wahdah diruang kerjanya, Rabu (1/10/2025).
Ia mengatakan Pelatihan dibagi menjadi empat modul padat dan aplikatif, dengan porsi 70% praktik langsung di lapangan. Materi disampaikan oleh akademisi, praktisi, dan teknisi profesional, meliputi Pengenalan Wilayah dan Pola Tanam Lokal yaitu Disampaikan oleh Dr. Ir. Gusti Rusmayadi, M.Si. dari Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
modul ini membekali peserta dengan pemahaman agroklimat dan potensi tanam lokal. Di Martapura Barat, misalnya, lahan yang tergenang di musim hujan cocok untuk padi rawa, sedangkan di musim kemarau cocok untuk palawija seperti jagung dan kedelai.
“Pemilihan alsintan harus berbasis agroklimat. Lahan berbeda, maka alat pun harus disesuaikan,” ujarnya.
Kemudian Model Bisnis Jasa Layanan Alsintan Praktisi alsintan dan Pembina Brigade Pangan Mitra Tani, Sugiannur, mengajak peserta memahami peluang usaha melalui sistem sewa alat pertanian. Dari combine harvester hingga traktor roda dua, semua bisa dikelola dengan pendekatan kolektif di tingkat kelompok tani.
Sistem ini bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuka lapangan kerja dan sumber penghasilan baru di desa.
“Dengan sistem tarif dan perawatan kolektif, usaha alsintan bisa menghasilkan puluhan juta per bulan,” ungkapnya.
Lanjut modul 3 Operasional Alsintan Praktik lapangan dilakukan bersama teknisi Budi Rahardjo. Peserta mempelajari penggunaan traktor roda dua dan empat, rice transplanter, dan combine harvester. Peserta tidak hanya mengoperasikan mesin, tetapi memahami prosedur standar seperti pengaturan kecepatan, pengendalian, dan teknik efisien di lapangan.
“Petani tidak hanya jadi pengguna, tapi juga operator yang paham betul fungsi dan batas alat,” terangnya.
Modul terakhir mengajarkan perawatan harian, pengecekan suku cadang, hingga perbaikan ringan. Dengan kebiasaan sederhana seperti membersihkan alat usai digunakan, memeriksa oli dan rantai, serta memperbaiki kerusakan kecil, usia pakai alsintan bisa lebih panjang dan efisien secara biaya. “Alat yang dirawat baik, bukan hanya awet, tapi juga hemat,” tuturnya.
Menurutnya, Sekolah Lapang Alsintan ini memberi ruang besar bagi petani untuk naik kelas, dari sekadar pengguna alat menjadi pengelola yang paham manajemen, operasional, hingga bisnis.
“Dengan model pelatihan KOKOH, kami ingin mencetak petani yang tidak hanya cakap teknis, tapi juga mandiri dan visioner,” ujarnya.
Pelatihan ini diharapkan menjadi model replikasi untuk daerah lain di Kalimantan Selatan, mengingat potensi besar pertanian di wilayah ini dan perlunya percepatan modernisasi alat pertanian agar sejalan dengan tantangan zaman. MC Kalsel/tgh