

Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof. Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, M.Si, menegaskan pentingnya integrasi dokumen RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) ke dalam seluruh dokumen kebijakan, rencana, dan program pembangunan di Kalimantan Selatan. Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber pada Rapat Evaluasi Tata Laksana Pelayanan Persetujuan Lingkungan yang digelar Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatan.
Rapat evaluasi ini dihadiri oleh perwakilan DLH dari 13 kabupaten/kota se-Kalsel dan sejumlah instansi terkait. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Syarifuddin menekankan bahwa RPPLH sebagaimana diatur dalam UU 32 dan PP 26 Tahun 2025 yang mana seharusnya menjadi rujukan utama dalam penyusunan berbagai dokumen pembangunan.
“RPPLH itu harus terintegrasi ke semua kebijakan, rencana, dan program. Baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, sampai nasional. Kalau dokumen yang sudah kita susun dengan waktu dan biaya besar itu tidak masuk ke dokumen perencanaan, maka sulit bagi kita untuk mencapai tujuan perlindungan lingkungan,” kata Prof. Syarifuddin.
Ia menjelaskan bahwa dalam RPPLH terdapat empat bab utama, di mana bab terakhir berisi arahan yang wajib dimasukkan ke dalam dokumen KRP (Kebijakan, Rencana, dan Program) pembangunan. Hal yang sama juga berlaku pada dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLS), baik untuk RPJPD, RPJMD, RTRW, hingga RDTR.
“Semua KLS itu memiliki rekomendasi perbaikan lingkungan. Dan rekomendasi itu harus terintegrasi ke dokumen pembangunan. Kalau tidak, ya percuma,” tambahnya.
Terkait isu Amdal, Prof. Syarifuddin juga menyoroti terbitnya regulasi baru, yakni Permen LH Nomor 22 Tahun 2025, yang mendorong percepatan pelayanan dokumen Amdal dan UKL-UPL. Menurutnya, kebijakan baru ini mengharapkan percepatan proses dengan pelimpahan kewenangan lebih besar ke provinsi bahkan kabupaten/kota.
“Sekarang kementerian mendorong percepatan Amdal dan UKL-UPL. Kewenangan diperkuat di daerah. Tetapi faktanya, banyak yang belum siap. Direktur di pusat pun masih kewalahan. Ke depan, provinsi dan kabupaten harus benar-benar mempersiapkan diri,” ucapnya.
Prof. Syarifuddin pun memberikan dua saran utama. Pertama, seluruh hasil pertemuan dan evaluasi ini harus diterapkan secara nyata di daerah, terutama dalam proses uji kelayakan Amdal, UKL-UPL, sehingga pelayanan tidak lagi berbelit-belit dan merugikan masyarakat.
Kedua, ia menegaskan kembali kewajiban integrasi RPPLH dan KLS ke dokumen perencanaan pembangunan.
“Dokumen KLS dan RPPLH harus benar-benar diintegrasikan ke dalam dokumen KRP. Itu kunci bagi pembangunan yang berkelanjutan,” tegasnya. MC Kalsel/Rns
sumber : diskominfomc.kalselprov.go.id











