

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Tenaga Ahli Gubernur, Nurul Fajar Desira, secara resmi menyampaikan hasil evaluasi kinerja kabupaten/kota dalam pelaksanaan Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting (KP2S) tahun 2024. Evaluasi ini mengacu pada data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis oleh pemerintah pusat.
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi stunting di Kalimantan Selatan saat ini berada di angka 22,9 persen, masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di angka 19,8 persen.
“Ini menjadi alarm bagi kita semua. Rata-rata prevalensi stunting di Kalsel masih di atas nasional. Artinya, kita harus memperkuat kerja kolaboratif, bukan hanya untuk menurunkan angka, tetapi menyelamatkan generasi masa depan,” tegas Nurul Fajar Desira di Banjarbaru, Senin (20/10/2025).
Meski demikian, daerah yang telah berada di bawah rata-rata nasional, antara lain Hulu Sungai Selatan (HSS) 19,8 persen, Hulu Sungai Tengah (HST) 19,6 persen, Barito Kuala 16,5 persen, Balangan 16,0 persen, Banjarbaru 15,4 persen dan Tapin 13,2 persen.
“Tapin luar biasa, tiga tahun berturut-turut berada di bawah target nasional 14 persen. Ini menunjukkan bahwa konsistensi dan komitmen daerah sangat berpengaruh pada hasil,” lanjut Fajar.
Fajar juga menekankan pentingnya peran pimpinan daerah, terutama Wakil Bupati atau Wakil Wali Kota, sebagai ujung tombak konvergensi program penanganan stunting.
“Berdasarkan regulasi nasional, penanganan stunting dipimpin langsung oleh wakil kepala daerah. Kami melihat, daerah dengan pimpinan yang aktif cenderung menunjukkan hasil lebih baik. Komitmen pimpinan bukan hanya administratif, tapi strategis,” jelasnya.
Dalam evaluasi yang juga mengacu pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan bahwa sebagian besar kabupaten/kota telah melaksanakan intervensi spesifik dan sensitif, namun pelaksanaan dinilai belum fokus dan belum efektif.
Fajar menilai, kegiatan seperti pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil, penimbangan balita, peningkatan sanitasi, serta pengelolaan sampah dan air bersih memang telah berjalan. Namun terdapat ketimpangan alokasi anggaran dan pelaksanaan di lapangan.
“Dari audit BPKP, ditemukan anggaran besar dialokasikan untuk kegiatan sosialisasi, namun hanya seperempatnya benar-benar digunakan untuk konten sosialisasi. Sisanya lebih banyak habis untuk perjalanan dinas dan rapat-rapat,” ujar Fajar.
“Penimbangan bayi misalnya, anggarannya ada, tapi yang ditimbang hanya 50 persen dari target. Ini bukan soal tidak ada uang, tapi soal arah kebijakan. Kita harus ubah pola pikir, kegiatan utama harus jadi prioritas, bukan kegiatan pendukung,” tegasnya.
Dalam forum penyampaian hasil evaluasi ini, Pemprov Kalsel menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis yakni memperkuat komitmen pimpinan daerah, sesuai amanat regulasi, mengarahkan ulang anggaran kegiatan agar proporsi lebih besar dialokasikan untuk intervensi langsung, melakukan pendampingan dan pengawasan berkelanjutan terhadap implementasi program di lapangan dan menyiapkan sistem penilaian lanjutan pada tahun 2026 untuk mengukur efektivitas tindak lanjut dari hasil evaluasi tahun ini.
Selain itu, dalam waktu dekat, Pemprov juga akan mengumumkan kabupaten/kota terbaik dalam penilaian kinerja penurunan stunting 2024, sebagai bentuk apresiasi dan dorongan motivasi bagi daerah lain.
“Kami tidak ingin evaluasi ini hanya jadi dokumen. Ini harus jadi refleksi, dan yang terpenting ditindaklanjuti. Tahun 2026, kita akan lakukan evaluasi lagi, untuk mengukur capaian dari kerja-kerja 2024,” pungkas Fajar. MC Kalsel/scw